NYAWA MELAYANG DEMI KEBAHAGIAAN ORANGTUA
Tit…tit...tit...Itulah suara dengan
garis dan angka yang keluar dari layar monitor yang berada di ruangan yang
bersih, berdinding putih dengan satu ranjang di dalamnya. Dan juga mengalir
cairan seperti air dan oksigen melalui selang kecil menuju ke tangan dan hidung
seseorang yang sedang terbaring lemas tak sadarkan diri di atas ranjang. Sudah
tiga hari seseorang ini tak sadarkan diri. Entah sampai kapan ayah dan ibu dari
anak sematang wayang ini harus rela tidur menunggu anaknya di ruangan ini.
Raka,
ya Raka Enggar Permana, itulah nama dari sosok pejuang yang rela menukarkan
nyawanya dengan kebahagiaan kedua orangtuanya ini. Sejak kecil ia terkenal
sebagai anak yang yang penurut, rajin dan patuh dengan orang tuanya. Bahkan
sejak SD hingga SMA setiap kenaikan kelas penghargaan selalu digenggamnya atas prestasi
yang ia dapatkan. Menjadi the best five di kelasnya sudah hal yang
biasa. Tak hanya dalam bidang akademi, tetapi juga di bidang olah raga pun
mampu ia takhlukkan. Ini semua ia lakukan agar bias menjadi TNI-AD.
Awalnya Pak Rafli, sosok yang menjadi tulang punggung keluarga Raka tidak menyetujui cita-cita anaknya ini.
“Ayah
keberatan Nak, kalau kamu tentara. Bukannnnya ayah melarang kamu mempunyai
cita-cita yang tinggi itu. Zaman sekarang uang dan kekuasaanlah yang lebih
berkuasa. Kemana ayah harus mencari uang untuk memasukkan kamu ke dalam akademi
kemiliteran. Cukup untuk makan sehari-hari saja ayah sudah sangat bersyukur.
Kenapa kamu gak bantu ayah saja jualan siomay?”, tutur ayah yang membuat Raka
kecewa saat ia minta izin untuk mendaftarkan diri menjadi TNI.
“Tapi
Yah, Raka pengin jadi tentara”, balas Raka disertai dengan air mata yang terus
menetes membasahi pipinya. Raka langsung
bangun dari tempat duduknya tak mendengarkan kata-kata ayahnya. Dan “Brak….”,
suara dari pintu kamar Raka.
Ayah
Raka kembali duduk dengan lemas. Sementara ibunya hanya diam tak kuat menahan
air matanya yang terus berlinangan.
Lima
jam sudah Raka mengurung diri di kamarnya. Tak bersuara dan tak keluar sama
sekali walaupun hanya sekedar buang air
kecil saja. Rasa gundah semakin menghantui hati ibu Karin, seorang ibu yang
lembut dan penyayang. Perasaan yang sama juga dirasakan ayahnya. Ia
mondar-mandir di ruang tamu memikirkan anaknya. Mereka berdua cemas terjadi
sesuatu pada Raka, padahal besok pengumuman kelulusan SMA.
“Tok….tok….tok…..
, Raka…”, tak henti-hentinya ibu mengetuk pintu Raka dan memanggil putra
kesayangannya meminta untuk keluar tapi Raka tidak menghiraukannya. Bahkan
mengintip saja pun ia tak sudi.
Pagi
harinya “Kring…..”, telpon berdering dan ternyata dari wali kelas Raka.
Berlarilah ibu dan segera mengangkatnya. Saat itu Raka tak kunjung keluar juga dari
kamarnya. Wali kelas Raka memberi tahu bahwa Raka lulus dengan NUN tertinggi di
sekolahnya. Mendengar berita tersebut kata Alhamdulillah yang pertama kali
keluar dari mulut suami Pak Rafli ini. Kata tersebut sebagai wujud rasa
syukurnya kepada Sang Kholiq. Tak sabar ia dan langsung lari keluar rumah untuk
memberitahu suaminya yang sedang menyiapkan barang dagangannya di gerobaknya.
Mendengar pembicaraan ayah Raka akhirnya mau keluar kamar. Ia mendengar kalau
telah mendapatkan NUN tertinggi.
“Syukurlah, berarti ini bisa membantuku
lebih gampang menjadi tentara. Tapi aku harus tetap belajar dan berlatih fisik.
Aku harus buktikan pada ayah dan ibu tanpa uang pun insyaallah aku bisa menjadi
TNI-AD.”, batin Raka.
Dentuman bedug dan suara adzan sayup-sayup
terdengar di telinga Raka. Ia mulai membuka mata sedikit demi sedikit. Tawa
manispun keluar dari bibir Raka yang sempat membuat heran. Bangun tidur
tiba-tiba tersenyum sendiri. Ternyata dia bermimpi telah menjadi seorang dengan
pakaian yang serba hijau dengan motif berwarna
hitam, topi kabaret di kepalanya, memakai sepatu tinggi atau apalah itu namanya
dan pistol di tangannya.
Jam menunjukkan angka 04.30 Raka
bergegas mandi dan sholat shubuh. Setelah itu pergi ke sekolah untuk menanyakan
waktu pengambilan ijazah dan surat-surat
lainnya. Setelah tiba di sekolah ia langsung menemui wali kelanya di ruang guru.
Ternyata ia harus menunggu beberapa minggu lagi.
Di
rumah, ibu dari satu anak ini termenung
memikirkan niat anaknya yang tegas ingin menjadi TNI-AD. Ia bingung apa yang
harus ia lakukan agar membuat anaknya bahagia tanpa menyakiti hati suaminya.
Tak henti-hentinya doa dilantunkan.
Minggu
berganti minggu, dan tibalah waktunya pengambilan ijazah dan surat kelulusan lainnya.
Raka ke sekolah dengan wajah yang ceria. Sudah banyak siswa yang dating. Raka
langsung masuk kelas. Dan tak lama kemudian pembagian dilaksanakan. Raka Enggar
Permana, nama yang pertama kali disebut wali kelasnya. Raka langsung maju
mengambilnya dan bertanda tangan sebagai bukti pengambilan. Kemudian ia
langsung pulang dan menunjukkan kepada keluarganya.
Beberapa
hari kemudian ia pamit kepada orang tuanya akan pergi bersama Joe. Ia tidak
bilang kalau akan mendaftarkan diri menjadi TNI.Raka langsung menuju ke rumah
Joe untuk mengajak Joe menemaninya ke Yonif 1939 untuk mendaftarkan diri .
Setelah tiba di sana ia meminta formulir dan mengisinya. Setelah mengumpulkan ia mendapatkan pengumuman mengenai pelaksanaan
tes-tes yang harus ia laksanakan nantinya. Mulai dari tes akademi, fisik,
psikologi, dll.
Beberapa
hari ia habiskan untuk melalui tes-tes tersebut. Setelah selesai menjalani tes
yang terakhir ia baru menceritakan kepada orangtuanya kalau ia baru saja
melakukan tes menjadi TNI-AD. Dan sekarang tinggal menunggu pengumuman dari
kantor pos. Mendengar cerita anaknya ini
orang tuanya tercengang. Mereka tak percaya kalau anaknya benar-benar nekad
untuk menjadi TNI-AD.
Matahari
berganti bulan dan bulan berganti matahari, menunggu dan menunggu. Itulah yang
dilakukan keluarga yang harmonis ini. Mereka sudah tidak sabar menunggu surat
dari kantor pos.
Dan
tiba-tiba, “tok…tok…tok...”, suara yang terdengar dari balik pintu. Ternyata
tukang pos dengan beberapa surat yang dipegangnya dan memberikan kepada Raka.
Kemudian
Raka berlari menemui orang tuanya di belakang rumah dan memberitahu kalau ia
telah menerima surat. Lalu mereka bergegas ke dalam rumah dan segera membuka
surat yang terlem rapi.
“Krek……”,
Pelan-pelan ia buka surat itu. Dikeluarkan kertas penuh tulisan dan dibacanya. Dan
ternyata dia lolos menjadi TNI-AD. Sungguh luar biasa.
Bulan
berganti bulan dan tahun berganti tahun, tiga tahun sudah Raka mendapat tugas
membela negara. Sudah tiga tahun ia mengenakan pakaian seperti yang pernah ia
mimpikan. Dan selain itu, selama tiga tahun ini ia telah mendapat gelar sebagai
pelari terbaik dan tercepat. Ia telah menjadi juara 1 lomba lari marathon.
Ketika
sedang berbincang-bincang di ruang tamu, raka tiba-tiba berbicara aneh.
“Yah,
Bu, bagaimana kalau sewaktu-waktu Raka pergi jauh? Ibu dan ayah rela apa gak
melepaskan Raka?”
“Ya,
boleh kalau tujuan kamu baik, misal ada tugas dari pimpinanmu.”, balas ibu.
“
Alhamdulillah, uwh ya Yah, Bu, Raka minta doa restunya soalnya Raka minggu
depan mau mengikuti lomba lari seperti
dulu lagi.”
“
Uwh ya otomatis ibu doakan.”
Sebelum matahari mengintip di ufuk timur, Raka
bergegas pergi ke Yonif 1939. Ia akan berangkat bersama teman-temannya yang
akan mengikuti lomba juga. Mereka berangkat dengan naik mobil Maskumambang
bersama pelatihnya. Setelah melakukan perjalanan yang lumayan jauh akhirnya
mereka sampai di area perlombaan. Mereka kemudin ganti baju dan melakukan
pemanasan sebentar.
“Prrriiitttttt…”,
bunyi peluit dari pemimpin perlombaan pertanda bahwa lomba akan segera di
mulai.
Raka
mendapatkan nomor punggung 39. Di awal ia berlari dengan santai tujuannya untuk
menghemat tenaga. Sambil lari ia tak henti-henti menyebut asma Allah. Di
tengah-tengah perjalanan ia mulai mempercepat langkahnya. Satu persatu peserta
mulai ia lalui. Dan mulai mendekati garis finish ia menduduki urutan pertama.
Ia terus berlari dan semakin mempercepat langkahnya. Keringat telah bercucuran
dari tubuh kekarnya. Dan garis finish tinggal beberapa langkah lagi. Teriakan
ayah dan ibu mulai terdengar.
“Raka,
ayo Raka, maju terus tinggal beberapa langkah lagi, Nak!!!!!!”, Teriakan ayah
dan ibu Raka sambil menepuk tangan mereka.
Kira-kira
kurang 10 langkah lagi, langkah raka mulai melambat, bibirnya dari merah menjadi
putih, napas mulai tersendat-sendat dan
langkah mulai gentoyoran. Dan tiba-tiba,
“Raka………”,
teriak ibunya sambil lari ke arah Raka.
Dan
penonton pun tercengang. Ternyata sosok pejuang yang gigih tergeletak di
tengah-tengah area perlombaan. Mata tertutup dan tubuhnya lemas.
Berbondong-bondong petugas kesehatan mengangkat Raka dan membawanya ke ambulan.
Di dalam mobil ayah dan ibu Raka tak kuasa menahan tangisnya. Sesampai di rumah
sakit, UGDlah ruangan yang pertama kali mereka tuju. Lalu segeralah ia diperiksa
oleh dokter. Ternyata ia terkena penyakit jantung.
Sudah
tiga hari ia terbaring di ranjang dengan dua selang di tubuhnya, di hidung dan
di tangannya. Lantunan ayat-ayat Al-Quran tak henti-hentinya dilantunkan kedua
orang kesayangannya. Doa dan sholawat selalu mengiringi Raka di bawah alam
sadarnya. Kerabat dan saudaranya serta tak ketinggalan Joe teman dekatnya
bergantian datang menjenguknya.
Dan
sekarang sudah lima hari Raka tidak kunjung sadar. Ayah dan ibu raka setia
mendampinginya. Dan tepatnya hari Jumat pada saat itu jarum jam menunjukkan angka 10.00 WIB, tiba-tiba, “Tiiiiiiiitttttttt……………..”
Suara
monitor yang mula-mula berbunyi teratur dan muncul garis-garis bergelombang
seperti rumput berubah bunyi panjang dan menjadi garis lurus. Kepanikan muncul
di hati ayah dan ibu Rafli. Berlarilah ayahnya memanggil dokter. Dokter berlari
menuju ruangan raka dan memeriksa Raka.
“Maaf
Bu, nyawa anak ibu sudah tidak bisa kami
selamatkan. Anak ibu sudah pergi ke rahmatullah.”, Kata-kata terakhir yang
disampaikan dokter kepada orangtua Raka.
“Apa,,,,,?”
Dan “Brak……” Tubuh ibu Raka terjatuh dan menabrak ranjang. Sedangkan ayah Raka
memeluk dan menaruh tangan anaknya bersedekap di atas perutnya.
Demikianlah
perjuangan Raka demi melihat orangtuanya bahagia. Meski tubuh tidak dalam
kondisi fit ia tetap saja memaksakan diri untuk mengikuti lomba. Karena ia tak
mampu melihat orang tuanya kecewa. Sungguh pengorbanan yang sungguh luar biasa.
#TAMAT#
sipp....
BalasHapus